Jumat, 27 Mei 2011

FARMAKOLOGI UMUM


  •    Devinisi dan istilah dalam farmakologi
Farmakologi terdiri dari dua kata yaitu farmakon yang berarti obat dalam makna sempit, dan dalam makna luas adalah semua zat selain makanan yang dapat mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh. Logos berarti ilmu sehingga farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh bahan kimia pada sel hidup dan sebaliknya reaksi sel hidup terhadap bahan kimia tersebut.
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat terhadap faal tubuh dan perubahan biokimia tubuh.
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari cara pemberian obat, biotransformasi atau perubahan yang dialami obat di dalam tubuh dan cara obat dikeluarkan dari tubuh.
Kemoterapi adalah pengobatan dengan tujuan mematikan bakteri, parasit atau sel ganas (kanker), tanpa member gangguan pada penderita.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek merugikan dari suatu farmakon. Ilmu ini tidak hanya membidangi farmakon yang digunakan sebagai obat, tetapi juga zat-zat yang digolongkan sebagai racun.
Dosis adalah takaran dari satu obat yang sama dapat berbeda untuk cara pemberian yang berlainan misalnya riboflavin (vitamin B2) diperlukan dosis 10 mg bila dimakan, tetapi cukup 2 mg bila disuntikkan.
Farmasi membidangi ilmu meracik obat, penyediaan dan penyimpanan obat, pemurnian, penyempurnaan dan penyajian obat.
  •     Farmakokinetik
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak.
1.         Absorpsi dan Bioavailabilitas
          Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
2.      Distribusi
          Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
3.      Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
4.      Ekskresi
          Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3  preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
          Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
          Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.
  •     Farmakodinamik
Farmakodinamika mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
1.           Mekanisme Kerja Obat
          Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor pada sel suatu organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor yang ligand endogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis (agonist binding site) disebut antagonis.
2.      Reseptor Obat
          Struktur kimia suatu obat berhubunga dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sidat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu. Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain membentuk sistem reseptor-efektor sebelum menimbulkan respons.
3.      Transmisi Sinyal Biologis
          Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis yang spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran sel atau di dalam sitoplasmaoleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar. Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.
4.      Interaksi Obat-Reseptor
          Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen.
5.      Antagonisme Farmakodinamika
          Secara farmakodinamika dapat dibedakan 2 jenis antagonisme, yaitu antagonisme fisiologik dan antagonisme pada reseptor. Selain itu, antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk interaksi obat. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedang obat yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya dipengaruhi oleh obat lain disebut obat objek, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat lain disebut obat presipitan.
6.      Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk ke komponen sel.
7.      Efek Obat
          Efek obat yaitu perubahan fungsi struktur (organ)/proses/tingkah laku organisme hidup akibat kerja obat.

  •   Faktor yang mempengaruhi efek obat
            Beberapa factor yang mempengaruhi efek obat yang diberikan antara lain:
1.         Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
·      Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
·      Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika.
2.         Faktor obat
·      Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
·      Pemilihan obat.
·      Cara penggunaan obat.
·      Interaksi antar obat.
  •   Dasar – dasar toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan ini semua pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat mengenai TOKSIKOLOGI. Sebagai contoh : menurut Ahli Kimia : TOKSIKOLOGI adalah ilmu yang bersangkutan paut dengan effek-effek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agent-agent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli FARMAKOLOGI : TOKSIKOLOGI merupakan cabang FARMAKOLOGI yang berhubungan dengan effek samping zat kimia didalam sistem biologik.

Kamis, 19 Mei 2011

1.         Konsep Dasar Persalinan
ร˜  Persalinan adalah serangkai kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir yang cukup bulan, disusul dengan pengeluaran dan selaput janin dari tubuh ibu.
ร˜  Persalinan adalah proses hasil pengeluaran konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kndungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri)

1.1.      Macam Persalinan
1.      Persalinan Spontan
Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2.      Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga lain dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau dilakukan operasi seceio saesario
3.      Persalinan Anjuran
Bila persalinan tidak melalui dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin

1.2.      Sebab – sebab Persalinan
1.      Penurunan Kadar Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot – otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan kerentangan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen dalam darah tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his
2.      Teori Oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot – otot rahim.
3.      Keregangan Otot – otot
Sama halnya dengan kandung kemih dan lambung bila dinding teregang oleh isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya, demikian pula dengan rahim. Maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot rahim makin rentan
4.      Pengaruh janin
Hipofise dan kelenjar supernal janin rupanya juga memegang peranan, oleh karena adanya anencephalus kehamilan sering lebih lama
5.      Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh deciduas dapat menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disoking dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah parifer pada ibu – ibu hamil sebelum melahirkan atau masa persalinan.

1.3.      Tanda – tanda Inpartum
1.      Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur
2.      Keluar lendir dan darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks
3.      Kadang – kadang ketuban pecah sendirinya
4.      Pada pemeriksaan dalam servik mendatar dan pembukaan telah ada

1.4.      Mekanisme Persalinan Biasa
ร˜  Kala Persalinan
1.      Kala I (Kala pembukaan)
Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :
a.       Fase Laten
Dimana pembukaan servik berlangsung lambat sampai pembukaan 3 cm dan berlangsung dalam 7 – 8 jam
b.      Fase Aktif
Berlangsung selama 6 jam dan dibagi 3 sub :
ร˜  Periode Akselerasi   : Bersangsung 2 jam pembukaan menjadi 4
ร˜  Periode Dilatasi        : Maksimal (steady) selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm
ร˜  Periode Deselerasi    : Berlangsung lambat dalm waktu 2 jam pembukaan 10 cm atau lengkap
                              Fase – fase diatas di jumpai pada primigravida bedanya pada multigravida adalah
Primigravida
Multigravida
ร˜  Serviks mendatar (effa cement) dulu baru dilatasi
ร˜  Berlangsung 13 – 14 jam
ร˜  Mendatar dan membuka bisa bersamaan
ร˜  Berlangsung 6 – 7 jam

2.      Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira – kira 2 – 3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot – otot dasar panggul yang secara seflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan, karena pada tekanan ada rektum ibu merasa seperti mau BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai keletihan, vulva membuka dan perineum merengang. Dengan his dan mengedan yang terpimpin akan lahir kepala diikuti oleh seluruh badan dan janin. Kala II pada primigravida 1,5 – 2 jam dan pada multigravida 0,5 – 1 jam


3.      Kala III
Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 10 menit seluruh plasenta terlepas terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis/fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira – kira 100 – 200 cc
4.      Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadao bahaya perdarahan post partum.

Lama  persalinan pada primigarvid dan multigravida

Primigravida
Multigravida
Kala I
Kala II
Kala III
13 jam
1 jam
½ jam
7 jam
½ jam
¼ jam
Lama Persalinan
14 ½  jam
7 ¾ jam

1.5.      Pimpinan Persalinan
1.1.5.1                    Posisi ibu dalam persalinan
F   Posisi litotomi adalah yang umum dimana wanita berbaring terlentang dengan lutut ditekuk, kedua paha diangkat ke samping kanan dan kiri.
F   Posisi duduk (Sauading Position), sekarang posisi bersalin duduk telah dikembangkan di negara – negara Amerika latin. Untuk itu dibuat meja untuk bersalin khusus dimana wanita dapat duduk sambil melahirkan

F   Cara berbaring
»              Menurut Waicher              : Ditepi tempat tidur
»              Menurut Tjenk – Wllink    : Memakai bantal
»              Menurut Jonges                 : Untuk memperlebar pintu bawah panggul
»              Menurut posisi simp          : Posisi miring

2.1.1.5.2                    Menolong Atau memimpin Persalinan Biasa
1.      Kala I
Pada kala I mengawasi wanita inpartum sebaik – baiknya serta menanamkan semangat diri pada wanita ini bahwa proses persalinan adalah fisiologis. Tanamkan rasa percaya diri dan percaya pada penolong. Apabila ketuban belum pecah wanita inpartum boleh duduk atau berjalan – jalan, jika ketuban sudah pecah dilarang untuk jalan – jalan dan harus berbaring. Bila berbaring sebaiknya kesisi dimana punggung berbeda.
Periksa dalam pervagina dilarang kecuali ada indikasi karena setiap pemeriksaan akan membawa infeksi, apabila dilakukan tanpa memperhatikan sterillisasi (septik). Pada kala pembukaan dilarang mengedan karena belum waktunya dan hanya akan menghabiskan tenaga ibu. Biasanya kala I berakhir apabila pembukaan sudah lengkap sampai 10 cm

2.      Kala II
Pada permulaan kala II ketuban yang menonjol biasanya akan pecah sendiri, bila belum pecah harus dipecahkan, his datang lebih sering dan lebih kuat lalu timbullah his mengedan. Penolong harus siap untuk memimpin persalinan.
Ada 2 cara ibu mengedan yaitu :
a.       Letak berbaring merangkul kedua pahanya dengan kedua lengan sampai batas siku, kepala diangkat sedikit hingga daku mengenai dada mulut dikatup
b.      Dengan sikap seperti diatas, tetapi badan kearah punggung janin berbeda dan hanya satu kaki dirangkul yaitu yang sebelah atas
Bila kepala janin sampai di dasar penggul, vulva mulai membuka, rambut kepala kelihatan. Tiap his kepala lebiih maju, anus terbuka, perineum meregang, penolong harus menahan perineum dengan kanan tangan beralaskan kain kasa atau kain doek steril supaya tidak terjadi robekan (Rupture Perinei) pada primigravida dianjurkan melakukan episootomi

3.      Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir yang normal dan sehat akan segera menarik nafas dan menangis, menggerakan tangan dan kakinya. Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah kira – kira membuat sudut 30ยบ dengan bidang datar. Mulut dan hidung dibersihkan dan lendir dihisap dengan penghisap lendir. Tali pusat diklempada 2 tempat 5 dan 10 cm dari umbilikus lalu digantung/dipotong diantaranya. Ujung pada pusat bayi diikat dengan pita atau benang atau klem plastik,  sehingga tidak ada pendarahan akkhirnya bayi diurus sebaik – baiknya. Lakukan pemeriksaan ulang pada bayi ; kontraksi atau palpasi rahim, kandung kemih penuh atau tidak, kalau perlu harus dikosongkan sebab dapat menghalangi kontraksi rahim dan menyulitkan kelahiran uri.

4.      Kala III
Pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran uri ini cukup penting karena kelalaian dapat menyebabkan resiko perdarahan yang dapat membawa kematian. Kala ini berlangsung mulai dari bayi lahir sampai uri keluar lengkap. Biasanya uri akan keluar spontan dalam 15 – 30 menit, dapat ditunggu sampai 1 jam tetapi tidak boleh ditunggu bila terjadi banyak perdarahan.
Kala III terdiri dari 2 fase yaitu :
o   Fase pelepasan uri
o   Fase pengeluaran uri
Lokalisasi dari uri ialah :
o   Pada dinding depan dan belakang korpus uteri.
o   Kadang – kadang pada dinding lateral.
o   Jarang difundus uteri
o   Sesekali pada segment bawah rahim (SBR) disebut plasenta privea

§      Fase pelepasan Uri
Cara lepasnya uri ada beberapa macam :
o   Schultze
Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%) yang lepas duluan adalah bagian tengah kemudian seluruhnya. Menurut cara ini perdarahan tidak ada sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.
o   Duncan
Lepasnya uri dari pinggir, jadi pinggir uri lahir duluan (20%)vdarah akan keluar melalui selaput ketuban. Serempak lahir dari tengah dan pinggir plasenta
§      Fase Pengeluaran Uri
Uri yang lepas oleh kontraksi rahim akan didorong kebawah oleh rahim karena dianggap benda asing. Hal ini dibantu pula oleh tekanan abdominal atau mengedan sehingga uri akan lahir 20% secara spontan dan selebihnya memerlukan pertolongan.
§            Prasat untuk mengetahuai lepasnya uri
1.      Kustner
Tali pusat dikencangkan, tangan dikencangkan diatas  simpisis bila tali pusat masuk kembali maka plasenta belum lepas.
2.      Klein
Sewaktu his rahim kita dorong sedikit bila tali pusat kembali belum lepas, tidak bergetar sudah lepas.
3.      Stasman
Tali pusat dikencangkan dan rahim diketok – ketok. Bila getaranya sampai pada tali pusat berarti plasenta belum lepas.
§            Pengeluaran Selaput Ketuban.
Selaput janin biasanya lahir dengan mudah namun kadang – kadang masih ada yang tertinggal. Ini dapat dikeluarkan dengan jalan :
·         Menarik pelan – pelan.
·         Memutar atau memilin seperti tali
·         Memutar pada klem
·         Manual atau digital




5.      Kala III
Darah yang keluar dipantau sebaik – biaknya, rata – rata dalam batas normal jumlah perdarahan 250 cc. Biasanya 100 – 300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc. Ini dianggap abnormal harus dicari penyebabnya. Sebelum pergi meninggalkan ibu yang baru melahirkan, periksa ulang dan perhatikan 7 pokok penting.
1.      Kontraksi rahim    : Baik atau tidak dapat diketahui dengan palpasi
2.      Perdarahan            : Ada atau tidak bayak atau biasa
3.      Kandung kemih    : Harus kosong, kalau penuh harus disuruh kencing kalau tidak bisa dikateter.
4.      Luka – luka           : Jahitan baik atau tidak ada luka perdarahan atau tidak.
5.      Uri dan selaput ketuban harus lengkap.
6.      Keadaan umum ibu, TD, Nadi, RR, rasa sakit
7.      Bayi dalam keadaan baik.

2.2.         Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
2.2.1    Pengkajian
2.2.1.1.Data Subjektif
1.      Identitas klien.
Berisi tentang identitis klien.
2.      Keluhan Utama
Berisi tentang apa yang dirasakan saat ini, pengeluaran pervagina, gerakan janin.
3.      Riwayat Menstruasi.
Meliputi menarche, siklus haid, lama haid, dysmenorrhoe, flour albus, HPHT.
4.      Riwayat Obsteteri lalu.
5.      Riwayat Penyakit Klien.
6.      Riwayat Penyakit Keluarga.
7.      Pola Kehidupan Sehari – hari.
a.       Pola Nutrisi
Kapan ibu terakhir makan dan minum.
b.      Pola Eliminasi
Pola BAK dan BAB terakhir dan selama masuk kober.
c.       Pola Istirahat.
Kapan istirahat terakhir kali.
d.      Pola Aktivitas Seksual.
Kapan klien melakukan hubungan terakhir seksual.
e.       Pola Kebiasaan
Apakah klien merokok, minum jamu – jamuan atau memelihara binatang dirumah.

2.2.1.2.Data Objektif
1.      Pemeriksaan Umum
Meliputi KU, kesadaran, BB, TD, suhu, nadi, pernafasan.
·         Inspeksi.
      Meliputi pemeriksaan pandang mulai dari ujung rambut sampai kaki.
·         Palpasi.
      Pemeriksaan raba menggunakan pemeriksaan leopold  I, II, III, IV
·         Auskultasi.
      Pemeriksaan menggunakan funanduskop (DJJ)
·         Perkusi.
      Pemeriksaan ketuk untuk mengetahui refleks patella

2.      Pemeriksaan Khusus
Meliputi Vagina Toucher (VT) untuk mengetahui beberapa pembukaan seviks, effasement, konsistensi, ketuban sudah pecah atau belum, presentasi denomimaror, hodge.

2.2.2    Diagnosa.
G....P....primigravida/multigravida, umur kehamilan.... minggu, TFU......... hidup tunggal, letak kepala...., intrauteri, keadaan jalan lahir  BAK, keadaan ibu dan janin baik, inpartu kala I fase....
2.2.3    Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial.
2.2.4    Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera atau Kolaborasi.
2.2.5    Planning
a.       Berikan keterangan tentang hasil pemeriksaan.
b.      Observasi partigraf (ketuban, DJJ, penyusupan, nadi, TD, turunnya kepala, kontraksi, obat – obat, suhu, urine, hidrasi.)
c.       Berikan dukungan dan keyakinan ibu dalam menghadapi persalinan.
d.      Berikan informasi tentang proses dan kemajuan persalinan.
e.       Lakukan perubahan posisi sesuai keinginan ibu, jika ibu ingin tetap ditempat tidur anjurkan untuk miring kekiri.
f.       Ajarkan pada ibu teknik relaksasi.
g.      Berikan ibu minum untuk mencukupi energi dan mencegah dehidrasi.
h.      Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin.
i.        Siapkan alat : partus set, hecting set, pakaian ibu dan bayi.
2.2.6    Intervensi.
Melakukan planning yang sesuai dengan kebutuhan ibu inpartus
2.2.7    Evaluasi.
Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan baik jangka panjang maupun pendek.