Selasa, 27 Maret 2012

ASKEP EDEMA PARU


PEMBAHASAN


2.1       Pengertian
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru. ( Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 )
Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau satosanguinaso secara berlebihan dalam ruang interstitial dan alveolus paru – paru. ( Patofisiologi Sylvia A. Prirce hal: 722 )
Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB Joko Setyono hal: 55 )
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.
2.2       Tanda dan Gejala
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

2.3       Etiologi
Ø  Berikut penyebab umum terjadinya edema          :
1.      Edema yang Disebabkan oleh Dinamika Kapiler yang Abnormal
            Bahwa beberapa kelainan dalam dinamika ini dapat meningkatkan tekanan jaringan dan sebaliknya edema cairan ekstrasel. Berbagai penyebab edema cairan ekstrasel tersebit adalah :
1)      Peningkatan tekanan kapiler, yang menuebabkan filtrasi cairan berlebihan melalui kapiler-kapiler.
2)      Penurunan protein plasma, yang menyebabkann pengurangan tekanan osmotis koloid plasma sehingga gagal menahan cairan di dalam kapiler-kapiler.
3)      Obstruksi limfe, yang menyebabkan protein berkumpul di dalam ruangan jaringan sehingga menyebabkan cairan berosmosis ke luar dari kapiler-kapiler.
4)      Peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein dan cairan secara berlebihan merembes ke ruang-ruang jaringan.

2.      Edema Karena Retensi Cairan oleh Ginjal
            Bila ginjal gagal mengekskresikan urina dalam jumlah memadai, dan orang tersebut terus minum air dalam jumlah normal dan menelan elektrolit dalam jumlah normal, jumlah total cairan ekstrasel dalam tubuh meningkat secara progresif. Cairan ini diadsorpsi dari usus ke dalam darah dan meningkatkan tekanan kapiler. Ini sebaliknya menyebabkan sebagian terbesar cairan tersebut masuk ke dalam ruang cairan interstisial, sehingga juga meningkatkan tekanan interstisial itu. Oleh karena itu, retensi cairan oleh ginjal saja dapat menyebabkan edema ekstensif.

3.      Edema yang Disebabkan oleh Payah Jantung
            Payah jantung  merupakan salah satu penyebab edema yang paling sering, karena bila jantung tak lagi memompakan darah keluar dari vena, dengan mudah, maka darah akan terbendung dalam system vena. Tekanan kapiler meningkat, dan timbul “edema jantung” yang serius. Tambahan lagi, sering ginjal berfungsi buruk pada payah jantung, dan ini semakin memperhebat edema.
Ø  Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1.      Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2.      Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a.       Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b.      kondisi yang berpotensi serius
disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c.       Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d.      High altitude pulmonary edema,
yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e.       Trauma otak,
perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f.       Paru yang mengembang secara cepat
dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g.      Penyebab yang jarang terjadi,
overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.
Ø  Berikut penyebab edema paru, antara lain            :
1.      Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a.       Peningkatan tekanan kapiler paru :
ü  Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
ü  Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
ü  Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b.       Penurunan tekanan onkotik plasma:
ü  Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c.       Peningkatan tekanan negatif intersisial :
ü  Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
ü  Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d.      Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
ü  Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2.   Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a.       Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b.       Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c.       Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d.      Aspirasi asam lambung.
e.       Pneumonitis radiasi akut.
f.       Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin)
g.      Disseminated Intravascular Coagulation.
h.      Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.
i.        Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j.        Pankreatitis Perdarahan Akut.
3.      Insufisiensi Limfatik :
a.       Post Lung Transplant
b.       Lymphangitic Carcinomatosis.
c.       Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4.      Tak diketahui/tak jelas
a.       High Altitude Pulmonary Edema.
b.      Neurogenic Pulmonary Edema.
c.        Narcotic overdose.
d.      Pulmonary embolism.
e.       Eclampsia
f.       Post Cardioversion.
g.      Post Anesthesia.
h.      Post Cardiopulmonary Bypass.

  2.4       Patofisiologi









2.5       Penatalaksanaan
ü   Posisi ½ duduk.
ü   Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
ü   Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
ü   Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
ü   Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
ü   Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
ü   Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
ü   Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
ü   Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
ü   Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
ü    Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
ü   Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.


2.6       Pemeriksaan Penunjang
v   Pemeriksaan Fisik
1.      Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2.      Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3.      Takikardia dengan S3 gallop.
4.      Murmur bila ada kelainan katup.

v  Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
v  Laboratorium
1.      Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
2.      Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3.      Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
v  Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1.      Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2.       Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3.      Kranialisasi vaskuler
4.      Hilus suram (batas tidak jelas)